Jalan ini sudah lebih dari 10 tahun tidak diurus, padahal sangat penting bagi perkembangan desa Watupatok yang dinilai ter-isolasi. Jalan tersebut adalah jalan dari Desa Dayakan (Ponorogo) ke Desa Watupatok (Pacitan). Meskipun digunakan oleh warga Watupatok, jalan tersebut masih masuk Kota Ponorogo. Awalnya saya kira alasannya simpel, yaitu karena ini milik Ponorogo, namun Ponorogo tidak memakai. Tetapi ada ada beberapa hal yang aneh. Kenapa?
Karena warga Watupatok mayoritas petani/peternak dan jalan tersebut sebelumnya merupakan jalan utama untuk transport membeli kebutuhan dan menjual hasil panen ke kota, sehingga sangat penting untuk berjalannya ekonomi. Namun entah kenapa tiba-tiba jalan tidak di urus sama sekali, tidak ada perbaikan, atau apapun itu. Susahnya dimana? tentu transport, hanya dengan menuju puncak gunung saja mereka bisa melihat perkotaan, dan dengan menggunakan jalan Dayakan, mereka tinggal turun dan sampai sudah di kota. Sayangnya, warga kini harus melalui jalan memutar, yang bisa memakan Waktu yang signifikan.
Awalnya warga memperbaiki jalan secara mandiri karena memang masih digunakan. Tetapi…
Saya ingat beberapa tahun lalu, perbaikan dilakukan namun hanya “menguruk” saja (menimbun jalan dengan tanah) yang membuat jalan dapat dipakai sementara. Anehnya dimana? “Perbaikan” tersebut saya duga hanya untuk kampanye, karena dilakukan pada saat ada pemilihan, saya lupa pemilihan apa, sepertinya anggota legislatif. Namun saya ingat betul bendera dipasang dimana-mana yang nampaknya untuk promosi, karena setelah pemilihan selesai, perbaikan dihentikan tanpa ada kelanjutan. Justru makin parah pastinya, karena hanya ditimbun tanah, dan tanah tersebut membuat jalan menjadi licin dan hampir mustahil dilewati Ketika basah. Tapi lebih dari itu…
Untuk saat ini jalan sudah sangat parah bahkan motor kesulitan untuk lewat (nyaris mustahil kecuali sudah berpengalaman dengan medan terjal dan curam). Padahal sebelumnya jalan halus dan ramai digunakan bahkan ada beberapa warung buka, dan area puncak juga dijadikan tempat rekreasi. Masih bukan ini yang paling aneh…
Area tersebut adalah area kosong, tidak ada perumahan dan hanya hutan dan itu milik perhutani. Apakah area dibiarkan untuk menjaga alam agar tetap lestari? Tentu tidak. Karena banyak sekali penebangan liar, pohon ditebang setiap malamnya untuk dijual. Setau saya sebelumnya ada pengawas, yang saat ini kabarnya bahkan pengawas bisa disogok/disuap. Tentu kelestarian alam bukan alasannya kan? Ada yang lebih menarik…
Di Indonesia kasus bundir tidak begitu banyak dibandingkan dengan realitanya, karena bundir jarang di-data dengan alasan aib. Dan hal tersebut juga terjadi di sini, tentunya hutan tersebut adalah salah satu spot yang sempurna untuk diskon usia. Saya sendiri menduga beberapa kematian terjadi oleh pihak lain, karena beberapa orang yang mati disana adalah orang-orang yang saya duga memiliki musuh. Entahlah…
Warga tentunya sudah resah dan mengeluhkan terkait hal tersebut. Sebagian warga ber-SDM rendah, sehingga mereka selalu saja tergoda dengan calon-calon yang hanya bisa berjanji, hingga sampai kini jalan Utama masih saja tidak ter-urus. Dari sumber-sumber yang saya dapat, terkait jalan tersebut sudah dilaporkan ke berbagai tokoh yang punya “power” namun perbaikan jalan hanya di-iya-kan sebagai janji semu. Konon ada tokoh yang cukup berpengaruh di daerah tersebut yang sudah melaporkan terkait jalan, ke Bupati Ponorogo, tapi masih tiada hasil.
Saat ini warga fokus dengan penghasilan mengeruk hasil bumi-nya tanpa ada kemajuan. Mereka sekarang menjadi terisolasi, dan crab mentality sangatlah pekat. Bahkan sinyal pun tidak ada disana karena tidak adanya tower. Kini yang masih tersenyum hanyalah distributor yang sekarang punya banyak job, dan pejabat korup yang makan enak (jika korupsi benar adanya).
Saya hanya bisa ke lokasi di malam hari sehingga footage diambil malam. Dokumentasi amatir bisa ditonton disini : https://youtu.be/P-dsiXzXNSM?si=wDi7CjeiwF9Gf2am
